“Maafkan aku,
Ibu!” bisikku sembari menciumi
kening Ibu.
Air
mataku tak berhenti mengalir sementara bibir pun tak berhenti memohon maaf
sambil diselingi ucapan istighfar
pada jasad yang kini diam itu.
Batinku
terasa teriris mendengarkan perkataan itu. Bagaimana mungkin aku bisa ikhlas, sementara aku-lah yang paling bersalah atas kematian Ibu.
Kucium
kembali kening yang sudah mulai dingin itu. “Maafkan aku Ibu. Begitu banyak
dosa yang telah kulakukan pada Ibu.”
Kupeluk
tubuh Ibu itu, kucium, kupeluk lagi, kemudian kucium lagi, kulakukan
hal ini ber-ulang-ulang, aku tak rela melepasnya pergi.
“Mas,
ini sudah kehendak Allah. Mari sama-sama bersihkan jenazah Ibu lalu membawanya
ke tempat yang seharusnya ia berada kini.” Kata
Dinda, kemudian membantuku berdiri.
Dengan
hati hancur, kutatap tubuh Ibu yang dibawa ke dalam untuk dimandikan.
Ibu akan pergi? Ibu akan segera meninggalkanku,
ya! Ibu pasti kecewa dengan semua tingkah laku kuselama ini? Bisik batinku
sambil mengikuti jasad Ibu dengan mata menangis yang tak dapat dikendalikan.
Rasanya
aku tak percaya dengan apa yang kualami kini. Tapi ini bukan sebuah ilusi atau mimpi,
melainkan ini adalah suatu hal yang nyata. Ya
Rab, ampuni aku, kataku berulang-ulang, meski hanya dalam batin.
Waktu
itu ketika aku duduk di bangku SMA, aku memiliki rasa malu yang luar biasa
terhadap kondisi Ibu
yang hanya mempunyai mata satu. Teman-teman setiap hari mengejek,
menyebut-nyebut Ibu sebagai monster.
Wajah Ibu
memang terlihat seperti monster dengan luka bakar yang hampir menutupi semua
wajahnya. Aku tak tahan menerima semua ejekan ini. Dan sejak itulah aku sangat membenci
Ibu. Bahkan, aku menyuruhnya untuk
berhenti bekerja sebagai penjual nasi di SMA.
Dan ia menerima hal itu.
Tapi masalah belum berakhir. Teman-teman di sekolah masih
sering mengejek. Melihat hal tersebut, tak ada satu pun anak yang mau berteman
denganku. Hidupku benar-benar sepi. Rasanya aku tak kuat menghadapi semua
hinaan ini.
Akhirnya,
setelah lulus SMA kuputuskan untuk merantau ke Jakarta. Sesampainya
di kota metropolitan tersebut.
Uang yang kubawa raib, entah di mana raibnya dan kapan aku tak tahu.
Beruntung seorang Ibu menawari sebuah nasi bungkus.
Setelah melahap habis nasi tersebut. Aku terkejut bukan kepalang tatkala
melihat wajah Ibu itu jauh lebih seram dengan Ibuku sendiri.
Di
wajahnya penuh dengan bakes kebakaran, bahkan matanya juga tinggal satu. Mirip
deskripsi Dajjal. Bayang-bayang wajah Ibu langsung membekas dalam pikiran. Aku
ketakutan. Dan berlari tanpa memerhatikan apa yang ada di sekelilingku.
Kemudian dari arah belakang ada suara klakson mobil yang begitu nyaring tak
kuhiraukan. Pun, akhirnya mobil tersebut menabrakku.
***
Dengan rasa pusing yang mendera,
kucoba membuka
mata. Tampak seorang dokter yang langsung menyapa. “Sudah
siuman, Mas.” Kata dokter tersebut.
Aku
hanya mengangguk, setelah itu tampak seorang Bapak hadir.
“Alhamdulillah, kamu selamat, Nak. Saya memohon maaf
atas kesalahan sopir saya yang menabrak kamu. Oya, tadi saya liat tasmu ada ijazah dengan nilai yang lumayan bagus. Sebagai
permohonan maaf, saya akan membayar biaya rumah sakit. Sekaligus menawarkan
pekerjaan untukmu.”
Aku segera menganggukan kepala.
Memang
inilah tujuan kedatanganku ke Jakarta.
Dan benar nyata, orang
yang kemarin menawari pekerjaan,
ternyata tak ingkar janji. Pun, sedikit
demi sedikit hidupku mulai berubah. Kini aku bekerja sambil kuliah. Kehidupan
semakin hari semakin mapan. Banyak hal yang sudah aku lakukan untuk perubahan
di kantor. Akhirnya berkat kerja keras,
bosmenawariku untuk
menikahi anaknya. Dan saat itu pula aku langsung setuju.
Namaku
mulai terkenal, bahkan sering menjadi
pembicara di seminar-seminar. Tak cukup sampai di situ, aku dinobatkan menjadi
wirausaha muda tersukses di Indonesia.
Selain itu, kebahagianku bertambah dengan adanya anak
kembar yang sangat manis. Seiring dengan bertambah umur mereka, rezeki begitu kuat
mengalir.
***
“Papa di luar ada
monster.” Ucap kedua anakku di suatu pagi.
Aku tersentak kaget. Monster? Apa
itu Ibu? Untuk apa ia ke sini?
Dengan langkah penasaran, aku segera
menuju ke luar rumah. Dan benar saja orang yang dianggap monster itu adalah Ibu
atau Nenek mereka sendiri.
“Untuk apa Ibu ke sini! Kehadiran
Ibu hanya menakutkan anak-anakku!” aku langsung menghardik Ibu.
“Ibu
hanya ingin tahu kabarmu,
Nak. Ternyata Allah
melindungimu hingga kamu bisa sehat seperti saat ini.” Jawab Ibu dengan tersenyum.
“Sudahlah, Bu. Lupakan aku. Jangan
temui aku dan jangan ganggu anakku!”
Ibu langsung pergi dengan diiringi senyuman. Tak muncul
sedikit pun wajah marah atau sedih.
Betapa
beruntungnya aku. Ketika Ibu pergi, Dinda
istriku datang. Aku
tak habis pikir, jika Dinda mengetahui Ibu masih hidup dan memiliki perawakan
yang begitu menakutkan. Juga, memiliki mata satu.
***
Selang beberapa hari
kemudian, aku mendatangi acara Reuni SMA bersama istri. Dan tiba-tiba seorang
tetangga lama memberikan sepucuk surat dari Ibu yang memberitahukan jika beliau
sakit keras.
Mengingat
keasyikan bertemu dengan teman-teman lama. Aku tak langsung membaca surat
tersebut. Dan setelah acara selesai, aku langsung ke kamar mandi membaca surat
dari Ibu.
Assalamualaikum
Anakku, ketika kau membaca surat
ini mungkin kau tak bisa melihat wajah Ibu
lagi.
Ibu hanya memohon maaf apabila selama ini selalu menyusahkan kamu. Dulu sewaktu
SMA kamu dihina oleh teman-temanmu lantaran keadaan Ibu yang hanya mempunyai mata
satu. Dan sekarang Ibu
membuat anakmu ketakutan ketika berjumpa dengan Ibu.
Maafkan Ibu,
ya Nak. Ibu tidak bermaksud membuatmu susah.
Dulu sewaktu kamu masih kecil, rumah
kita terbakar yang menyebabkan ayahmu itu meninggal. Dan pada saat itu juga kamu
tertimpa bahan-bahan bangunan yang membuat salah satu matamu tak berfungsi. Dan setelah Ibu berpikir, ibu meminta kepada
dokter untuk mendonorkan mata Ibu
untukmu. Padahal, dari aturan medis. Hal tersebut tak
diperkenankan.
Sungguh, Nak. Ibu rela mendonorkan mata tersebut.
Bagaimana mungkin, seorang Ibu tegah melihat buah hatinya hanya memiliki satu
mata.
Dunia ini begitu indah. Ibu ingin kamu bisa melihat
indahnya dunia dengan mata yang Ibu
berikan. Biarlah Ibu
punya mata satu. Yang penting kamu bahagia.
Sekali lagi Ibu minta maaf ya, karena sudah menyusahkanmu
selama hidup Ibu.
Wassalamualaikum.
“Mas? Ikhlaskan Ibu ya, kita doakan dari sini.” Suara
Dinda membuyarkan lamunan tentang Ibu.
Situbondo, April 2013
Adaptasi dari video
yang ditayangkan oleh Pak Djaenuri, Kepala SMAN 1 Panarukan. Pada saat H-7
Ujian Nasional 2013.
Mereka Bilang Ibuku Monster (Dimuat di Radar Jember Edisi 3 September 2017)
Reviewed by Dunia Trisno
on
8:37:00 AM
Rating:
No comments:
Post a Comment