Sabtu (28 November 2015) kami mahasiswa
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya mahasiswa yang mengikuti
perkuliahan Tradisi Lisan kelas C berkesempatan untuk mengunjungi situs
Duplang, di Desa Kamal, Arjasa, Jember.
Perjalanan diawali sekitar jam delapan dari
Kampus Perjuangan, adapun rute yang dipilih dari bunderan Mastrip, kami terus
menggunakan Jalan Danau Toba sampai tiba di PP. Nuris. Kemudian, menuju lokasi
situs. Perjalanan ini sekitra tiga puluh menit dari kampus.
Di tengah perjalanan, kondisi aspal jalan
lumayan rusak. Selain itu, jalanan juga sempit. Hal ini membuat kami mengalah
ketika ada mobil yang datang dari arah berlawanan. Oya, perlu diketahui
rombongan kelas ini sekitar 35 orang, dengan 2 dosen pendamping, yakni Pak
Siswanto dan Pak Sukatman (selaku pengampu matakuliah Tradisi Lisan).
Sesampainya, di tujuan. Kami langsung disambut
oleh seorang jupel kependekan dari juru pelihara bernama Darman. Beliau
menuturkan jika, “Duplang” digunakan sebagai nama situs itu tak lain, karena di
tempat tersebutlah ditemukan situs berharga itu. Situs itu sendiri ada sejak abad ke-10 setelah Borobudur.
Kecintaan Pak Darman, membuatnya menjadi “jupel”
sejak tahun 1985. Beliau ditunjuk menjadi “jupel” sejak ditunjuk oleh orang
dari Badan Pariwisata Trowulan, Mojokerto. Beliau bersedia menjaga situs itu
karena kesukaan dan kecintaannya kepada sejarah dan cerita tentang situs
tersebut yang pernah diceritakan kepada beliau oleh ayahnya yang dulunya adalah
juru pelihara tempat tersebut sebelum beliau. Banyak orang yang sudah menawar
untuk membeli situs itu dengan harga yang sangat besar, akan tetapi beliau
menolak dan tetap mempertahankan situs itu karena menurutnya sejarah tempat
tersebut harus tetap dijaga. Ada banyak batu yang terdapat pada situs Duplang
ini, batu- batu di tempat tersebut berbentuk seperti kenong maka dari itu batu
ini dinamakan “batu kenong”. Selain batu kenong juga ada batu Menhir dan
Dolmen. Batu Menhir ada didalam lingkungan situs dan batu Dolmen letaknya agak
jauh dari posisi situs. Menhir pada masanya dipakai sebagai batu pemujaan bagi
orang- orang purba dan batu Dolmen merupakan tempat meletakkan sesajian dan
menandakan bahwa dibawah batu tersebut adalah tempat kubur. Ada beberapa batu
kenong yang letaknya berada di luar pagar situs. Hal ini dikarenakan batu
tersebut adalah batu sitaan dari Pedukuhan Kendal dan ada juga batu yang
berasal dari tempat yang tak jauh dari situs itu, dipindahkan karena takut
dicuri oleh orang- orang yang tidak bertanggung jawab. Ada satu pohon besar
yang tumbuh di dalam wilayah situs ini, menurut pak Darman pohon itu adalah
pohon yang bisa menandakan cuaca. Jika sudah mulai musim kemarau maka daunnya
akan berguguran dan pohon tersebut hanya bersisa ranting- rantingnya saja tanpa
daun dan pada musim hujan, jumlah daun pada pohon tersebut akan menandakan
daerah mana yang hujan terlebih dahulu, jika daun pada sebelah utara yang
tumbuh lebih lebat maka didaerah utara sedang musim hujan, begitu seterusnya.
Apabila semua dau sudah tumbuh lebat berarti semua daerah sedang musim hujan.
Pohon tersebut sudah ada sejak jaman purba atau sejak ditemukannya situs itu.
Pohon itu pernah tumbang sekali, akan tetapi pak Darman menanam kembali dari
tunas pohon yang tersisa. Menurut beliau pohon tersebut bernama pohon “langka”.
Ada banyak tanaman yang ditanam sendiri oleh
Pak Darman untuk memperindah situs “Duplang” tersebut. Ada pohon beringin,
pohon jambu, kaktus dan tumbuhan hijau lain yang memperindah tempat tersebut.
Dari penjelasan Pak Darman ternyata ada salah satu batu yang bukan peninggalan
purba melainkan buatan tangan dari ayahnya yang juga di letakkan di dalam
situs. Hal itu dilakukan untuk mengenang ayah tercintanya. Menurut Pak Darman
susunan batu yang ada dalam situs Duplang memang sudah seperti itu dari awal.
Beliau memberi nomor atau tanda pada beberapa batu untuk tanda supaya batu
tidak hilang.
Namun, setelah tulisan ini diterbitkan. Pak
Sukatman memberi pendapat tersendiri, “Prihatin. Penjelasan juru kuncinya banyak yang tidak sesuai
dengan fakta prasasti. Ini bukti bahwa pemerintah kurang serius menangani aset
budaya bangsa. Padahal itu dibangun tahun 61 Saka atau 139 Masehi oleh Raja
Sela Bajrastawa untuk otonomi daerah Kamal Pandak. Ini nanti jaman Majapahit
menjadi model pemerintahan otonomi derah. Bahkan jaman modern sekarang. Di Negarakertagama
juga disebut.”
Terakhir, setelah kami mengunjungi situs ini
ada suatu kesimpulan yang bisa dipetik yakni situs ini kurang dieksplor untuk
menjadi tempat wisata edukasi dan sejarah. Sehingga, penjelasan juru
peliharanya tak salah. Untuk itu, dibutuhkan perhatian serius pemerintah baik
pusat maupun Pemerintah Kabupaten Jember itu sendiri. Yuk kunjungi situs-situs
penting di daerahmu!
Jangan lupa tinggalkan komentar, follow blog, follow twitter @gustitrisno dan G+ (+Gusti
Trisno), ya? Apabila informasi ini bermanfaat bagi kamu. Bisa juga follow
FP Blog Gusti Trisno biar dapat update info setiap hari. J
Situs Duplang Yang Dilupakan
Reviewed by Dunia Trisno
on
2:40:00 PM
Rating:
No comments:
Post a Comment