Cinta Bertabur di Langit Panarukan (Dimuat di Radar Banyuwangi 28 Juni 2015)

Cinta Bertabur di Langit Panarukan
Oleh : Gusti Trisno

            Inti kegiatan petik laut adalah saat pelarungan sesaji ke tengah laut, sesaji itu disatukan dalam sebuah perahu kecil. Isinya macam-macam, namun yang paling menonjol adalah kepala sapi. Sebelum dilarung, sesaji itu telah melalui serangkaian ritual. Perahu sesaji diturunkan kelaut beramai-ramai kemudian dilarung ketengah dan ditenggelamkan.
            Itulah hasil Goggling yang didapat. Sungguh bener-benar membuatnya terkejut “Apakah benar dengan mengadakan ritual petik laut itu adalah ungkapan kebahagiaan kita terhadap Segala pemberian Allah berupa hasil laut yang melimpah. Hadits dari mana coba? Trus mengapa pakai sesaji segala?“ pikirnya, setelah membaca tulisan tersebut.
            Meskipun terlahir sebagai anak Panarukan, tak banyak yang ia ketahui tentang Panarukan. Pendidikan dari orangtuanya yang memaksanya jauh dari tempat yang penuh dengan kehidupan seorang nelayan itu. Sejak SD, ia tinggal di Yogyakarta bersama Bukleknya. Bahkan ketika  SMP & SMA mondok di sebuah Ponpes di Ponorogo.
Ia hanya pulang ketika puasa menjelang idul fitri. Pantes saja ia tidak tahu tentang petik laut ini. Bukankah petik laut tak pernah hadir di suasana idul fitri?
            Dari balik jendela kamarnya yang berada di lantai dua, ia memandang kehidupan masyarakat yang begitu semarak menatikan kehadiran petik laut. Sesaat, Ibu mendatanginya.
            “Yuk, kita jalan-jalan keliling kampung!” ajak Ibunya.
            Ia segera mengangguk. Dan pemandangan penduduk merasa janggal dengan kehadirannya. Wajahnya yang bersih, namun penuh dengan brewok. Ia  hanya mengeluarkan senyum pada setiap orang yang merasa aneh dengan kedatangannya.
            Ibunya terus berjalan, hingga langkah kakinya terhenti ketika seseorang ada yang memanggilnya.
             “Begini Bu … saya ingin membahas masalah majelis taklim semalam, Bu. Tampaknya kelompok majelis taklim ini akan istirahat untuk sementara. Karena sebagian besar dari anggota sibuk dengan petik laut.” Urai lelaki paruh bayah kepada ibunya.
            “Oh gitu yah Pak, saya sih terserah ibu-ibu yang lain. Kan bapak yang ngasih tausiah dan bapaklah yang lebih pantes memutuskan. Jika saya manut-manut saja lha “ Jawab Ibu.
            “Oh ya Bu … Terima kasih atas pendapat Ibu, saya pamit dulu …. Sih Rana takut nyariin.” Kata lelaki itu dengan nada sedikit panik seraya mengucap salam.
            Pertemuan dengan lelaki itu pun berakhir. Sedikit banyak, ia mendapat cerita dari Ibunya tentang Pak Haji Samsul beliau adalah sosok haji idaman. Pengetahuan tentang agamanya sangat luas. Namun sayang anaknya yang bernama Rana dibenci masyarakat sekampung gara-gara tidak setuju akan adanya event petik laut itu.
***
Mentari pagi bersinar begitu terang hari ini hari libur nasional. Minggu. Tinggal tiga hari lagi event budaya itu akan terselenggara. Petik laut, ia mulai menyusun rencana untuk menggagalkan budaya yang kurang disukai itu. Mungkin dengan bantuan Rana semua bisa mudah. Ia bergegas mendatangi rumah Pak Haji Samsul dan berharap Rana ada di sana.
            “Assalamualaikum.“ Katanya, mengucapkan salam sebagai orang Islam.
            Ia menunggu sosok yang akan membuka pintu ini untuk mempersilahkannya masuk, tak perlu menunggu waktu lama. Akhirnya ada sesosok bidadari yang membuka pintu rumahnya, dia mengenakan jilbab berwarna putih. Wajahnya terlihat bersinar mungkin karna Shalat Tahajjud yang sering dia kerjakan. Tak salah lagi, itu pasti Rana.
            “Waalaikum salam, mohon maaf Mas. Ada kepentingan sama Abah yah?“ Jawab perempuan itu dengan nada keheranan.
            “Oh itu…tidak saya lagi butuh dengan yang namanya Dik Rana.“ Jawabnya sedikit canggung
            “O, saya sendiri Mas, silakan duduk.“
            Ia langsung menjelaskan pada Rana, perihal kedatangannya kemari. Mereka berdua mempunyai pendapat yang sama yakni sama-sama menolak akan adanya acara petik laut itu. Mereka pun mengatur waktu besok se-usai kuliah jam tiga sore. Rana mengajaknya menuju Pelabuhan Panarukan. Rana akan menjelaskan semua di sana biar lebih enteng katanya. Karena hari ini dia ada janji dengan salah seorang sahabatnya. Faris pun menyetujui hal itu.
***
Sore yang dari kemarin di tunggu-tunggu datang, namun tampaknya Faris dan Rana tak akan berhasil untuk menggagalkan rencana petik laut ini pasalnya waktu untuk petik laut hanya tinggal dua hari lagi. Faris pun menelpon Rana yang kemarin memberi sebuah nomer telepon, terdengar jelas suara halusnya.
Dari sambungan telepon tersebutlah mereka pergi ke Pelabuhan Panarukan. Sebuah pelabuhan yang dekat dengan daerah rumah yang terletak di daerah pesisir.
             Rana pun menjelaskan tentang sejarah pelabuhan ini dari mulai yang kecil hingga yang besar. Ia terlihat sangat fasih dan hafal sejarah ini. Faris baru tahu bahwa jika pelabuhan ini dulunya adalah pelabuhan internasional di masa penjajahan Belanda.
Di tempat yang dinamakan dermaga baru Panarukan dan ditambah cerita dari Rana, membuat kekaguman tersendiri dalam hati Faris. Apalagi ketika melihat lalu lalang nelayang yang sibuk hilur-mudik disamping mereka.
Rana kemudian menjelaskan jika tujuan diadakan tradisi tersebut karena diyakini mampu membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi nelayan yang ditandai melimpahnya ikan (hasil laut) dan selain itu untuk mengingat sejarah pelabuhan Panarukan yang  mempunyai nilai sejarah yang digunakan sebagai sarana untuk mengeskpor tembakau ke luar negeri. 
            Rasanya Faris semakin penasaran dengan tradisi ini. Ia pun berniat ingin ikut acara ini, namun hal tersebut berbeda dengan Rana yang berhalangan untuk tidak mengikuti acara tersebut. Mereka  pun pulang dengan keadaan tidak ada penolakan terhadap tradisi ini. Faris berniat untuk mengikuti bersama Ibu dan Ayah yang kebetulan menjadi panitia.
***
Hari ini adalah hari yang akan menjadi sejarah bagi Rana. Ia duduk termangu di depan kamarnya. Terbesit di hatinya ingin sekali mengikuti acara petik laut itu namun karena kesibukannya sebagai mahasiswa membuatnya tak bisa mengikuti acara budaya tersebut. Tiba-tiba sesosok lelaki misterius membius tubuhnya membawanya ke tempat yang tak bisa dijangkau oleh pikiran Rana.
            Tiba-tiba Faris melihat tubuh Rana di sebuah perahu. Ia terlihat bingung bagaimana mungkin Rana bisa ada di perahu ini. Bukankah ia tak bisa datang ke acara petik laut ini? Tiba-tiba Rana terbangun. Suara Pak Haji Samsul terdengar di belakang mereka. Dan seorang pemuda mendekat diantara mereka.
            Di samping itu selama sekitar satu jam, puluhan kapal nelayan yang dihias sedemikian rupa itu berputar-putar di laut. Selain mengangkut sanak saudara para nelayan, tidak sedikit pula para pengunjung yang ikut naik ke kapal. Puluhan perahu tersebut akhirnya berhenti di tengah laut untuk menggelar ritual petik laut.
Tepat di tengah itu pula, Faris melihat kesungguhan Dandi. Ya. Nama pemuda tampan itu utnuk meminang Rana. Entah, dari mana asalnya rasa cemburu bersarang dalam hati Faris.
             Perahu kembali ke bibir pantai. Sedang Rana tak juga bibirnya berkata untuk menerima atau menolak pinangan dari pemuda tampan itu.  
            “Mohon maaaf Dandi, aku mengganggapmu hanya sebagai saudara. Tidak lebih, aku tidak mencintaimu. Namun aku mencintai sosok lelaki yang juga ada satu perahu dengan kita.“ Jawab Rana mengangetkan se-isi kapal.
            “Siapa itu Rana?“
            “Dia itu adalah Faris, dia berada di belakangmu.Jawab Rana.
            Cinta itu sulit untuk terdefinisikan, dan kini, Faris menemukannya lewat acara budaya yang tak disangka-sangka. []
Situbondo, November 2012


Jangan lupa tinggalkan komentar, follow blog, follow twitter @gustitrisno  dan G+ (+Gusti Trisno), ya? Apabila informasi ini bermanfaat bagi kamu.  Bisa juga follow  FP Blog Gusti Trisno biar dapat update info setiap hari. J


Cinta Bertabur di Langit Panarukan (Dimuat di Radar Banyuwangi 28 Juni 2015) Cinta Bertabur di Langit Panarukan (Dimuat di Radar Banyuwangi 28 Juni 2015) Reviewed by Dunia Trisno on 3:39:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.