Menunaikan Rindu di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember




Tak ada jalan lain untuk menunaikan rindu, kecuali bertemu.

Begitulah yang kuyakini saat rombongan kami tiba di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Kunjungan ke taman wisata sains yang berada di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji ini seolah mengajak bernostalgia akan kunjungan pertama bersama keluarga. Kini, bersama keluarga baru dari Blogger Famtrip aku kembali mengunjunginya.



Harga Tiket Puslitkoka Jember

Masih sama seperti dulu, harga tiket masuk tidak mengawali perubahan. Pengunjung hanya perlu membayar tiket tiga ribu rupiah saja. Untuk biaya parkir sepeda motor cukup dua ribu, kalau mobil kisaran lima ribu hingga sepuluh ribu.

Hal yang perlu diperhatikan, jalan masuk ke tempat ini untuk roda dua berbeda dengan roda empat. Berhubung, kami membawa mobil, jadi kami melewati gerbang menuju parkir roda empat.

Menaiki Kereta Kayu

Tak lengkap rasanya jika mengunjungi Puslitkoka tanpa menaiki kereta kayu. Terlebih untuk menaikinya kita hanya perlu membayar sepuluh ribu. Harga yang sungguh murah dibandingkan kalau kita jalan-jalan mengelilingi kebun wisata itu. Pastilah jika menggunakan kaki, capeknya akan benar-benar terasa.

Kalau kita menaiki kereta kayu, kita bisa melihat kebun kopi dan kakao, taman bermain, melihat rusa, dan lain-lain. Sayangnya, mengingat terbatasnya waktu rombongan kami hanya menaiki kereta kayu menuju pabrik pengolahan saja.

Sebagai informasi tambahan, harga tiket menaiki kereta kayu. 

Belajar Pengolahan Kopi dan Kakao

Ditemani pemandu wisata kami diajak melihat tempat pengolahan kopi dan kakao. Mengawali perjumpaan, Mas Pemandu itu menceritakan jika Puslit memiliki 3 kebun yang berada di Jember, Malang, dan Bondowoso. Nah, khusus yang ada diLandungsari, Bondowoso itu berfokus pada pengolahan kopi luwak.

Masih kata Mas Pemandu, kopi luwak yang terdapat di Puslit itu dibiarkan secara alami. Artinya luwak tidak diternak atau dipaksa untuk memakan kopi. Binatang itu dibiarkan memilih biji kopi karena memang suka. Wah, hal itu sebanding dengan harganya yang mahal banget ya? Sekalipun nggak bikin kembung. *eh, malah iklan. :p

Produk yang dihasilakan Puslitkoka itu beraneka macam, mulai dari makanan, minuman, sabun kecantikan, dan mesin. Produk tersebut dipasarkan ke berbagai pelosok, kalau melihat contohnya kita nantinya akan diajak ke Outlet Produk, tentu membayar sendiri ya. Hehe.

Nah, di tempat ini kami juga disambut dengan sebuah mesin yang memiliki batu di dalamnya. Melihat itu, rasa penasaran kami langsung timbul begitu saja. Si Mas segera menjelaskan, jika batu tersebut merupakan sisa penelitian kemarin. Kegunaan batu tersebut untuk menyimpan panas setelah dibakar dengan kayu bakar.

Proses pengolahan kokoa itu dimulai dari mesin tersebut, kemudian dikeringkan, lalu disortir sesuai ukuran (kecil, sedang, besar) yang terpisah secara otomatis. Tujuan memisahkan sesuai ukuran itu ada dua: (1) menentukan nilai harga dan (2) mempermudah proses pengolahan. Baru deh selepas itu, Kopi dan Kokoa itu dibawa ke Pabrik Pengolahan.

Untuk mengolah kokoa itu butuh waktu 20-30 menit dengan panas 100-140 derajat Celcius. Dari sana nantinya yang awalnya mentah akan berubah warna. Daging di biji kokoa itu lalu mengealami serangkan proses mulai dari disangrai, dipisah, dan digiling. Baru deh, selepas itu siap menjadi dua produk.

Produk yang pertama namanya cokelat itu sendiri. Kokoa hanya tinggal di masukkan ke mesin ditambah denngan pasta, gulu, susu, dan lemak. Mereka dicampur selama 16 jam. Kemudian, diturunkan hingga siap menjadi cokelat.

Produk yang kedua itu bernama Bubuk Kakao. Prosesnya sendiri itu dari pasta dimasukkan ke mesin press untuk diperas sehingga menghasilkan lemak dan ampas. Bubuk itu disebut ampasnya dari pasta. Kegunaan lemak ini menjadi campuran cokelat, selain itu juga dijadikan sabun. Biasanya sabunnya itu digunakan untuk SPA-SPA di Bali.

Wah, keren ya? Itu tadi pengolahan daging kokoa, lalu bagaimana dengan kulit bijinya?

Tenang-tenang, kulit bijinya itu tak langsung dibuang begitu saja kok, melainkan dijadikan pakan ternak sehingga tak mubadzir deh.

Sebagai informasi tambahan, di tempat ini kokoa bisa dibeli dalam bentuk mentah dan matang. Kalau mentah ya, kita perlu menyangrai, baru deh siap konsumsi. Kalau mau tidak ribet, kita cukup membeli produk minuman cokelat 3 in 1 yang meliputi cokelat, gula dan susu.

Teman-teman juga tidak perlu khawatir, cokelat kata Masnya itu nggak bikin gendut. Pernyataan itu membuatku tak sabar ingin segera ke Outlet Pengolahan Produk Kopi dan Kakao.


Menikmati Rindu dengan Meminum Cokelat

Ponselku beberapa kali bergetar. Beberapa panggilan merengsek masuk. Aku segera menerima panggilan telepon itu. Belum sempat aku mengangkat suara yang familiar bagiku langsung terdengar.

“Kakak,” sapa dua orang laki-laki di belakangku.

Aku segera membalikkan badan. Kedua lelaki itu langsung mencium tanganku dengan takzim. Aku juga kontan menepuk pipih mereka dengan lembut. Seusai itu, kami bertukar kabar.

“Masuk ke Outlet dulu ya!” ajakku pada Barok dan Rio.

Salah satu produk yang dijual.
Mereka langsung membuntutiku. Aku pun menyilakan mereka untuk membeli makanan di outlet. Dan, sebagai murid yang pengertian mereka hanya meminta dibelikan minuman cokelat dan dark cokelat tentunya. Aku pun segera membayar pesanan tersebut. Selain itu, tentu aku membeli dark cokelat untuk konsumsi pribadi.

Selepas membayar, kami segera mencari tempat untuk berbicara. Sebenarnya di dalam outlet, kami bisa saja bercerita, tapi kurang nyaman. Untungnya di samping outlet, kami bisa duduk dan bercerita. Saat itu, salah satu muridku yang bernama Andi ikut bergabung.

Tak banyak memang yang kami bicarakan. Murid-murid semasa mengajar di Pesantren itu cuma kuberi motivasi sedikit mengenai pentingnya menuntut ilmu. Bagaimana cara kita belajar? Mengingatkan sikap pada orang tua dan guru. Dan lain-lain. Ceramah singkat itu pun segera berakhir mengingat aku belum salat Asar.

Bagi mereka murid sekaligus adikku itu bertemu denganku setelah resign bukanlah hal mudah. Terlebih rutinitas di Pondok begitu padat. Walaupun begitu, sebelum mereka ujian nasional sebenarnya aku sudah singgah ke Pondok.

Pun, ketika mereka kuberitahu jika ada kesempatan ke Jember. Ketiganya langsung mencuri waktu. Sekalipun sudah kuwanti-wanti sejak awal, jika tak bisa lama bertemu. Mencuri waktu di sini sih sebenarnya karena mereka sudah libur, jadi aman-lah. Hehehe.

Bonus Foto
Bersama Para Pejuang Konten


Bertualang ke Tempat Selanjutnya

Puslitkoka yang menyimpan rindu itu pun segera mengajak berpisah. Terlebih matahari seperti mau tenggelam saja. Makanya, bus yang kami tumpangi segera bergegas ke Papuma.

Kalian tahu Papuma kan? Itu lho Pantai Pasir Putih Malikan. Lebih jelasnya, ikuti cerita selanjutnya ya!



Menunaikan Rindu di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Menunaikan Rindu di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Reviewed by Dunia Trisno on 9:49:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.