Sumber Gambar: buanakata.top |
Seulas senyum tersungging
tatkala aku melihat lima lembar uang bergambar Soekarno-Hatta. Aku tak pernah
tahu, apakah ini jalan rezeki-Nya atau ini hanya sebuah ujian dari-Nya.
Bagaimana tidak, sedari kemarin keluarga merasa kesulitan
dalam mencari uang. Ibu yang hanya pedagang ikan kecil di pasar, sedang
mengalami krisis moneter karena cuaca laut yang tidak mendukung untuk jualan
ikan.
Seperti telah diketahui, seorang nelayan dan pedagang
ikan, nasibnya bergantung pada cuaca buruk. Jika cuaca tidak mendukung, pasti
para nelayan tak berani melaut, hal ini mengakibatkan pedagang ikan kesulitan
mencari barang dagangannya, kalaupun ada, pasti harganya sangat mahal.
“Ada apa Nak? Kok sepertinya wajahmu gelisah?” tanya Ibu
memperhatikanku.
“Ah tidak, Bu. Oya, apakah ada yang bisa Rizki bantu
lagi, Bu.” jawabku mengelak.
“Sudah tidak ada lagi, kok. Rizki tidur saja dulu, ini
masih jam dua pagi lho.” kata Ibu mengingatkanku.
”Iya, Bu. Paham, baiklah Rizki pamit ya!” pamitku seraya
mencium tangan Ibu.
Kulangkahkan kaki dengan pelan, jam dua pagi menjadi
waktu yang baik bagi para pedagang di Pasar Panarukan untuk menggelar
dagangannya termasuk Ibu. Aku sering membantunya membawa barang dagangannya
dari rumah yang hanya berjarak duaratus meter. Namun baru pertama kali, aku
menemukan uang di perjalanan menuju pasar. Ah daripada aku bingung memikirkan
uang itu, lebih baik aku melaksanakan qiyamul lail, demikianlah batinku
menimbang.
***
Adzan Subuh belum berkumandang. Aku pun memutuskan untuk
tidur sejenak. Dan anehnya kejadian dini hari tadi terbawa dalam mimpi. Dimana
terdapat seorang Ibu yang menangis karena kehilangan uangnya, padahal ia begitu
membutuhkan uang tersebut.
Kejadian dalam mimpi tersebut membuatku mengutip beberapa
kata-kata para ahli tentang tafsir mimpi. Di mana sebagian dari mereka
beranggapan, jika mimpi adalah bunga tidur. Atau mimpi adalah tafsir atas
kejadian yang akan terjadi di masa mendatang.
Dengan rasa bingung tiada tara, aku pun memutuskan untuk
menyegerakan sholat Subuh. Begitu pun dengan menyelesaikan beberapa surah-surah
pendek. Namun, tetap saja kegelisahaan atas uang tersebut masih membekas dalam
pikiran. Bahkan, sampai kubawa di sekolah.
Nina. Teman sebangku memperhatikan tingkah lakuku yang
lumayan aneh hari itu. Selain itu, dia juga menceritakan jika ayahnya
kehilangan uang lengkap dengan dompetnya. Mengingat kejadiaan itu, aku jadi
teringat akan uang yang ditemukan.
Dengan penasaran segera kuberondong Nina dengan beberapa
pertanyaan. Dan beberapa menit kemudian, ia mendapat SMS jika uang ayahnya
telah ditemukan.
Jadi. Bukan ayah Nina yang kehilangan uang, lalu siapa?
Kejadian aneh berikutnya adalah tatkala keluar dari
gerbang sekolah, di mana ada seorang ibu-ibu persis dengan ibu yang ada dalam
mimpi. Dia pun menyatakan jika uangnya hilang?
Apakah dia?
Aku tak berani langsung
memberi kesimpulan.
Bukankah terlalu dini untuk
kesimpulan mengingat sebuah mimpi belumlah pasti.
Tapi yang paling aneh perempuan itu terus
membuntutiku sepanjang perjalanan dari sekolah ke rumah. Motivasinya apa?
Dan sesampainya aku di rumah, Ibu bercerita dengan
perasaan sedih. Mengingat teman seperjuangannya berjualan ikan kehilangan
banyak uang. Anehnya, sebelumnya teman Ibu itu menemukan uang banyak di jalan,
lalu mencampurkan uang tersebut dengan uang hasil dagangannya.
Sejurus kemudian aku berpikir, apakah mungkin uang yang
kutemukan adalah uang balik? Uang yang akan kembali ke pemiliknya dengan
tambahan uang yang kita miliki?
Dengan penuh penasaran segera aku mengecek kantong dan benar
juga uang yang kutemukan itu raib lengkap dengan uangku yang hanya memiliki
nominal dua puluh ribu. Pun, terdapat tulisan tangan yang tak beraturan: DASAR
PELAJAR NGGAK PUNYA UANG.
Hah?
Aneh?
Jadi Ibu tadi itu siapa?
Pemilik uang balik itukah?
Atau?Ah. Semuanya menjadi tanda-tanya dan aku tak berani menceritakannya pada Ibu[]
Catatan: Cerpen ini merupakan tayangan ulang yang diambil web BuanaKata.
Sifat Kembali Uang (Dimuat di Buana Kata Edisi 25 September 2016)
Reviewed by Dunia Trisno
on
11:27:00 AM
Rating:
No comments:
Post a Comment