Pada abad pertama, Isa as., merekrut
Naimi dan Zarkeus tetapi ditentang oleh para pengikutnya. Hal ini disebabkan
keduanya merupakan penarik cukai (pajak) yang bekerja untuk bangsa Romawi. Pada
saat itu ada stigma negatif terhadap penarik cukai (pajak), karena tidak semua
pajak yang ditarik ke warga negara masuk ke kas negara. Tetap sebagian besar
masuk ke kantong penarik pajak.
Pada
abad keenam, jejak korupsi muncul ketika Ali bin Abi Thalib menjadi gubernur.
Kemudian, ada saudaranya yang meminta jabatan padanya. Ali menjawab dengan
memberi pedang, “Lebih baik kamu pergi ke pasar dan merampok daripada kamu
menajak saya memanipulasi jabatan.
Setelah
dua ratus tahun berkuasa, VOC dinyatakan bangkrut oleh peradilan Belanda.
Karena tiga hal, yakni: terlalu banyak melakukan konflik dan peperangan dengan
kerajaan nusantara, kas negara kosong untuk ongkos peperangan, dan banyak
aparatur yang korupsi. Akibat hal tersebut, kekuasaan VOC digantikan oleh
kerajaan Belanda. Namun, ternyata korupsi masih saja ada. Bahkan, kini bukan
hanya aparatur dari Belanda yang melakukan, juga terdiri dari pribumi yang
diangkat menjadi aparatur. Salah satu contoh nyata, di zaman dahulu ketika Belanda
hendak membangun rumah-rumah penduduk dengan papan dan biaya pemerintah.
Aparatur yang berasal dari pribumi itu menaikkan harga genteng dari harga
belinya. Korupsi jenis itu pada saat ini dikenal dengan istilah mark up.
Di
era Soekarno, Pramoedya Ananta Toer menulis novel yang berjudul korupsi sebagai
bentuk perlawan, yang kemudian diikuti oleh sastrawan, penulis, dan jurnalis
yang lain. Sebut saja, Rosihan Anwar dan Mochtar Lubis. Kemudian di era
Soeharto, Ramadhan KH menulis novel yang berjudul “Ladang Perminus” yang
merupakan metafora dari korupsi yang dilakukan pertaminan yang besar-besaran.
Namun, hadirnya novel tersebut. Tidak membuat sastrawan berani terang-terangan
mengungkap secara bersama-sama. Perlawanan terhadap korupsi masih dilakukan sendiri-sendiri.
Padahal, belakangan korupsi dilakukan secara berjamaah.
Sambutan
Sosiawan Leak bak seperti pemutaran dongeng mengenai korupsi itu segera disambut
tepuk tangan riuh oleh peserta yang mendatangi kongres PMK ke 36 di Banyuwangi
itu pada akhir Februari lalu. Acara yang dihadiri oleh awak laskar PMK (Puisi
Menulis Korupsi) dari berbagai kota itu membuat suasana tambah semarak dengan
satu-satu penyair yang membaca puisi dengan tema korupsi. Sebut saja, Elisa
Koraag (Jakarta_, Lathifa Edib (Yogyakarta), Hando Suyoko (Ngawi), Asmoro
Alfarabi (Pasuruan), Sarwendah Rahman
(Malang), dan masih banyak lagi. Selain dihadiri para awak PMK, acara ini juga
diikuti oleh guru-guru pengajar bahasa Indonesia atau seni.
“PMK
secara mandiri dan gotong royong menerbitkan antologi puisi dan roadshow yang
diselenggarakan bertujuan untuk menolakan korupsi secara berjamaah. Sebab,
perlawanan kepada korupsi itu menjadi kewajiban semua warga negara.” Ungkap
Sosiawan Leak yang menjadi koordinator PMK.
Selain
acara roadshow dan pembacaan puisi oleh para penyair. Acara ini juga mengemas
diskusi interaksi seputar korupsi, penulisan puisi, dan pembentukan karakter
siswa dengan pengajaran sastra. Untuk materi pembentukan karakter siswa dengan
pengajaran sastra sendiri diberikan oleh Akhmad Nurhudah.
Guru
SMAN 1 Pesanggarahan Banyuwangi itu memberitahukan bahwa, “Pengajaran sastra
diyakini dapat membantu proses pembentukan karakter siswa, karena di dalam kara
sastra terkandung nilai-nilai positif, seperti nilai-nilai budaya, sosial,
moral, kemanusian, hingga agama.”
Pengemasan
acara yang begitu menarik itu, membuat rasa antusias peserta bertanya. Seperti
beberapa adik pelajar yang bertanya, bagaimana cara menulis puisi? Dan
lain-lain. Pertanyaan itu langsung dijawab dengan memberikan praktik sekaligus.
Selain pertanyaan seputar puisi. Tentu tema tentang korupsi yang paling banyak
ditanyai. Seperti saya, misalnya yang menanyakan apakah para awak PMK itu tidak
takut dengan acara-acara penolakan korupsi seperti ini.
Dan,
tentu mereka menjawab tidak takut dengan tegas. Hal ini menyiratkan pesan
kepada kita semua. Untuk benar-benar menjadi orang yang menolak korupsi dan
tidak melakukan korupsi juga mulai dari hal kecil. Sebagaimana diungkap AA Gym,
jika kita ingin menjadi makelar kebaikan dengan prinsip 3M: mulai dari yang
terkecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari saat ini. Jangan sampai
ketika kita menjadi orang yang menolak korupsi. Malah, melakukan hal-hal yang
berbau korupsi sekalipun dalam skala kecil. Contoh: kuliah jam tujuh, kita
datang jam tujuh lima belas. Nah, selama lima belas menit itulah kita korupsi.
Jenis korupsi waktu namanya.
Oke!
Sampai di sini, liputannya! Semoga bermanfaat! Dan, sampai berjumpa di acara
PMK lainnya! Satu hati tolak korupsi!
Hal-Ikhwal Korupsi di Acara Roadshow Puisi Menolak Korupsi ke-36
Reviewed by Dunia Trisno
on
11:20:00 AM
Rating:

No comments:
Post a Comment