Tahun 2015 merupakan tahun keemasan bagi
Asma Nadia. Ungkapan tersebut bukanlah suatu yang berlebihan bagi sosok Jilbab
Traveller ini. Pasalnya, pada tahun tersebut karya Asma Nadia yang fenomenal
yakni Surga Yang Tak Dirindukan
diadaptasi menjadi film yang paling laris dan mendapat banyak prestasi,
diantaranya mengantarkan Laudy Cintya Bella sebagai pemeran wanita terbaik dan
Raline Shah sebagai pemeran wanita pendukung terbaik dalam Festival Film Bandung.
Jauh
sebelum itu, karir kepenulisan Asma Nadia banyak digemari kalangan penikmat
karya sastra khususnya pembaca remaja setelah menerbikan novel Aisyah Putri The Series. Di mana dalam
novel ber-series tersebut terdapat dakwah cerdas tanpa kesan menggurui. Novel Aisyah Putri The Series pun menjadi salah satu novel yang dijadikan
sinetron di RCTI, selain Catatan Hati
Seorang Istri dan Sakinah Bersamamu. Selain
itu, pada tahun 2015 Asma Nadia begitu aktif mengabarkan dua novelnya yang
berjudul Love Sparks in Korea dan Pesantren Impian yang juga sudah memulai
syuting di akhir 2015. Hal ini bisa dilihat dari aktivitas Asma Nadia melalui
akun sosial medianya.
Pencapaian
Asma Nadia yang gemilang ini membuat motivasi yang berlebih kepada pembaca
ataupun penulis pemula yang sedang mewujudkan mimpinya. Beruntung, saya bisa
berkesampatan berjumpa dengan penulis sekaliber Asma Nadia pada Februari 2015
sewaktu ia memberi untuk memberi seminar motivasi kepenulisan di Jember.
“Setiap
orang bisa menulis, tapi tidak semua punya pisau bedah untuk menulis.” Ungkap
Asma Nadia mengawali pemberian materi. Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa pisau
bedah yang dimaksud adalah orang yang memberi kritik atau saran terhadap
tulisan yang ditulis kita. Jika kita melirik pada tulisan-tulisan muslimah ini
pisau bedah yang dimaksud tak lain adalah suaminya sendiri yakni Isa Alamsyah.
Selain itu, perlu diketahui jika seseorang mau sukses berhentilah mencari-cari
alasan. Begitu juga dalam menulis, sebab menulis adalah berjuang. Bagi yang
tidak memiliki pisau bedah dalam hal ini orang yang memberi kritik dan saran
pada tulisan kita. Asma Nadia dan suaminya memiliki solusi dengan hadirnya buku
101 Dosa Penulis Pemula.
Buku-buku yang telah
ditulis Asma Nada sendiri sudah mencapai 50-an judul. Namun baginya, setiap
buku yang ditulis memiliki kesan sendiri, seperti ketika menulis Pesantren Impian. Ia merasa jika
tiba-tiba menulis menjadi lebih gampang. Di cerita Emak Ingin Naik Haji, meskipun termasuk cerpen, tapi konfliknya
banyak. Catatan Hati Seorang Istri,
pembaca dari segala usia dan agama. Surga
Yang Tak Dirindukan (Istana Kedua) novel terlama yang ditulis, Assalamualaikum Beijing menemukan
kesulitan dalam sebuah setting.
Dalam penulisan
novel-novel tersebut Asma Nadia termasuk penulis yang tidak pecaya dengan mood, sebab yang ia butuhkan adalah
perasaan. Karena perasaan adalah kekayaan dan sebuah potensi yang luar bisa.
Misalnya ketika kita mengalami patah hati, tulis saja yang berbau patah hati.
Pas banget kan dengan situasi? Dan ingat, perasaan apapun yang dilalui penulis
bisa menjadi cerita. Selain tidak percaya dengan mood, Asma Nadia juga mengungkap bahwa tidak ada yang namanya orang
malas, yang ada adalah orang yang tidak memiliki motivasi. Seperti kita ketahui
dalam novel-novel Asma Nadia selalu saja terdapat tokoh “Ibu” yang menguatkan
tokoh-tokohnya. Hal ini dikarenakan dari sosok Ibu yang tidak pernah mengeluh
yang dijadikan Asma Nadia sebagai sumber motivasi.
Asma Nadia sendiri juga
memberi cara mudah dalam menulis untuk pemula. Misalnya kita ingin menulis
novel, biasanya novel yang dicari penerbit-penerbit itu berkisar 100-150 halaman. Mari, kita ambil
jalan tengah yakni 120 halaman. Lalu, menulislah setiap hari selama setahun.
Maka, dalam selama sehari kita hanya butuh 1/3
halaman. Lalu jadikan orang tua sebagai motivasi. Bukankah cara pintas
membahagiakan orangtua adalah menjadi penulis. Ketika tulisan selesai, kita
bisa menawarkannya ke penerbit, tapi hati-hati jika cerpen sudah difilmkan.
Umumnya, sudah dikontrak. Maka konsultasi dulu dengan PH terkait. Ada beberapa
cerpen Asma Nadia yang dikembangkan menjadi novel, yakni Rumah Tanpa Jendela dan Cinta
Di Ujung Sajadah.
Selain cara mudah untuk
menulis itu, Asma Nadia juga memberi solusi untuk melupakan teori kepenulisan
yang dimiliki seseorang ketika memulai menulis. Sebab, menulislah terlebih
dahulu dengan hati, muntahkan yang ingin dimuntahkan. Setelah itu, lupakan
selama 2-3 hari. Dan kembali membaca tulisan tersebut, tapi dari kacamata
sebagai seorang editor. Dan secara umum penulis itu wajib membaca, karena
membaca adalah saudara kembar menulis, juga menambah wawasan juga. Tentu, jika
kita membaca juga bisa belajar dari penulis lain. Pilih bahan bacaan yang pas,
urusan buku kita mau menjadi bestseller,
pembaca dan waktu yang menentukan. Dalam mencari buku, carilah yang dekat
dengan genre yang ditulis. Novel yang difilimkan wajib dibaca, karena PH
mengangkatnya menjadi film butuh uang banyak. Semua penulis itu berjuang
pembedanya adalah tekad untuk mengalahkan kesulitan yang ada. Kalau tidak
menulis, kita tidak akan menemukan kesulitan.
Terakhir, Asma Nadia
juga menekankan pentingnya membangun eksistensi dalam menulis dengan cara;
sering menulis, kirim ke media, tanpa meninggalkan pekerjaan. Karena penulis
bisa berasal dari profesi manapun. Membangun ekstistensi juga bisa dengan
mengikuti komunitas kepenulisan yang memberikan kritik atas tulisan kita, sebab
untuk menjadi seseorang yang berhasil kita membutuhkan banyak kritikan bukan
pujian yang begitu melenakan.
Dari beberapa
penjelasan di atas, kita bisa mengetahui rahasia menulis Asma Nadia. Maka mulai
dari sekarang, mari gemar menulis untuk mengubah peradaban dunia. Sebab menulis
itu berjuang!
Gusti
Trisno. Aktif menulis cerpen, puisi, novel, dan resensi.
Penggiat Komunitas Penulis Muda Situbondo ini lahir di Situbondo pada tanggal
26 Desember 1994. Saat ini menjadi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Universitas Jember.
Suatu Hari Bersama Asma Nadia (Dimuat di Malang Post, 10 Januari 2016)
Reviewed by Dunia Trisno
on
8:40:00 PM
Rating:

No comments:
Post a Comment