Perjuangan
hidup akan terus berjalan seiring dengan bergulirnya waktu yang tak pernah
terhenti meski hanya satu detik saja. Begitu juga dalam menuntut ilmu, semua
butuh tantangan besar di dalamnya, selain motivasi, semangat dan orangtua.
Faktor keinginan pun juga harus diperhatikan.
Kadang keinginan orangtua dan anak
tak selalu sama, contoh kecil saja mungkin kita bisa ambil dari film 3 Idiots,
film India yang sukses diperankan oleh aktor hollywood terkenal yakni Sahrul
Khan tersebut. Meski tak dibahas sebagai konflik utama, tapi masalah tersebut
juga menjadi pembuka konflik yang indah. Pasti para pecinta film India
memerhatikan, jika dalam film 3 Idiots ini, kepala sekolah yang diperankan oleh
Aamir Khan menginginkan anak sulungnya
menjadi seorang teknisi dengan kuliah di sekolahnya yang berbengsi, padahal
anaknya sendiri menginginkan dirinya menjadi seorang sastrawan.
Berdasar
keinginan orangtua yang tak sejalan dengan keinginan sang anak, tentunya
membuat beban pikiran yang bertambah pada anak. Sang anak (dalam film tersebut)
pun mencoba mengikuti keinginan orangtuanya, ia pun mengikuti tes masuk, meski
tiga kali ditolak oleh sekolah. Masalah tersebut pun membuat sang anak nekat
melakukan untuk bunuh diri.
Sebelum ia bunuh diri, ia pun
menjadi penulis- meski hanya penulis surat kematian untuk ayahnya. Tragedi
kematian anak tersebut menjadi cambuk keras untuk Aamiir Khan yang tak pernah
mendengar keinginan anaknya, mungkin juga bagi para orangtua yang menontonnya.
Dewasa ini, masalah tersebut
benar-benar ada. Berbekal pengalaman saya yang kuliah di Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, awalnya kedua orangtua kurang setuju dengan pilihan ini,
ditambah dengan datangnya suara sumbang dari orang-orang sekitar yang berkata dengan
gampangnya “Lho, bahasa Indonesia kan
bahasa sendiri, kenapa nggak ambil bahasa Inggris kan lebih keren?” ada
juga yang berkata “Mau jadi apa ambil
jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, guru lho sudah banyak?”
Perkataan sumbang tersebut, mungkin
juga menimpa sebagian teman. Memang, benar bahasa Indonesia adalah bahasa
sendiri. Tapi kuliah di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tidak segampang
yang dipikir oleh banyak orang, karena selain mempelajari bahasa, masih ada
matakuliah sastra yang sedikit puyeng kepala apalagi masalah teori sastra di
semester pertama dulu.
Oleh karena itu motivasi dan
semangat diperlukan sejak awal, saya pun tidak goyah dalam memutuskan pilihan
jurusan kuliah ini. Karena, jika ditelaah Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia begitu dibutuhkan oleh sekolah. Apalagi jam mengajar guru bahasa
Indonesia sekarang dtambah dengan adanya kurikulum 2013. Alhasil, orangtua pun
luluh dan kini acuh dengan suara sumbang dari oranglain.
Anak bukanlah fotocopy-an orangtua yang memiliki segala sikap dan keinginan yang
sama. Oleh karena itu, sebagai seorang anak kita dituntut untuk kritis, toh
hidup ini adala hidup kita. Cita-cita kita bukan cita-cita ayah-bunda? Dan
orangtua diharap tidak berperilaku ditaktor kepada anak. Karena anak itu tidak
butuh kekangan, tapi butuh dukungan dalam mengambil setiap keputusan.
Pada akhirnya
diperlukan adanya pemikiran jernih untuk mengatasi hal tersebut. Beda pandangan
pun wajar-wajar saja, tetapi saling memahami untuk keberhasilan masa depan anak
perlu menjadi prioritas. Sebagai seorang anak yang usianya lebih muda, kita
harus dapat menjaga batas-batas kewajaran pada saat berbicara atau berdiskusi
dengan orang tua. Kita harus tetap menjunjung tinggi etika, biar bagaimanapun
kan orang tua adalah orang yang paling berjasa di hidup kita. Komunikasi yang
aktif itu penting untuk mendapat jalan keluar yang terbaik.
Saling
memahami satu sama lain, dan buat orangtua memahami keinginan kita? Dan selamat
berjuang.
Gusti Trisno
Antara Keinginan Anak dan Orangtua yang tak Sama
Reviewed by gusti trisno
on
10:55:00 AM
Rating:
No comments:
Post a Comment